G
E N D E R
Pada Hari Minggu pagi di
Balai Rt.1/Rw.XX, terlihat ada tiga orang yang sedang berbincang-bincang. Dua
orang cowok namanya Mas Fit dan Bung Gembus, sedangkan yang satunya cewek
namanya mBak Susi, adiknya Mas Fitrianto. Mbak Susi memulai bicara dulu : ”Gimana
tho Mas Fit, kita ini kan sudah masuk jamannya emansipasi wanita yang dipelopori
oleh R.A.Kartini, derajat “gender” ya
harus diangkat tinggi-tinggi, disamakan dong dengan kaum pria.” Bung Gembus
yang seneng “jocker” alias guyon
nyelentuk :” Gimana tha mBak Sus ini, iya jelas nggak bisa, masa’ lha wong
wedok harus disamakan dengan wong lanang, apa kaum laki-laki juga harus hamil,
melahirkan dan harus menyusui ? Kan nggak lucuuu ?” “Yaa nggak gitu tho Bung,
maksudku si cuma hak-haknya doang yang disamakan jangan yang krodrati, kan
mokal, onmonkeliyk. !”, sahut mBak Susi agak sewot, karuan saja Bung Gembus
ketawanya jadi ngakak, sambil nylongob Gembus berucap :” Itu sih anti (engkau)
nyari enaknya doang,
yang legi-legi saja yang diminta, di pemerintahan minta
sepertiganya diisi gender, di eksekutif, di legislatif, di kantor, di
sekretariat, di bank-bank, pokoknya dimana saja asal yang enak minta jatah,
coba di bagian yang berat-berat seperti pembuatan tower atawa menara tinggi,
tukang gali kuburan, tukang listrik yang panjat-panjat tiang tinggi-tinggi ya
nggak minta jatah. Malah konon kabarnya di Negeri Paman Syam di negeri sono,
lha wong wedok minta disamakan haknya jadi imam shalat di masjid besar, yang
makmum ya campuran laki dan perempuan. Pakai hati nurani dong ! Apa ya “kata
hati” mBak Sus juga bilang begitu ?”. Susi memang tidak biasa ngeyel
seperti Bung Gembus, hingga Susi hanya terdiam saja sambil berfikir bahwa Bung
Gembus ngomongnya pakai silogisme juga..
“Begini lho
Bung Gembus dan Dik Sus “, Mas Fit nyelani kebuntuan pembicaraan, kemudian
melanjutkannya :”Kedua-duanya sih baik bermaksud membela golongannya; siapa
lagi kalau bukan kelompok perempuan yang membela golongannya sendiri ? Namun
perlu diingat bahwa agama kita sebetulnya sudah meluruskan kekeliruan tentang
persepsi perempuan. Rasulullah Saw. diperintah Allah Swt. untuk memperbaiki
martabat manusia termasuk martabat perempuan. Oya, yaa, saya lupa tentang
perbedaan istilah antara perempuan dan
wanita. Kalau Wanita dan pria berkonotasi atau titik penekanannya pada
sifat-sifatnya. Istilah “wanita”
mempunyai sifat yang lemah lembut, feminine, dan istilah “pria” mempunyai pengertian sifat-sifat perkasa atau maskulin.
Sedangkan istilah laki-laki dan perempuan penekanannya pada biologisnya,
misalkan ia sebagai perempuan bisa hamil, beranak, menyusui dan lain
sebagainya. Dahulu pada zaman jahiliyah, jahal artinya bodoh, atau dikatakannya
juga zaman kebodohan, kaum perempuan hanya dijadikan pelengkap, “pelengkap penderita” saja, dijadikan
permainan oleh kaum laki-laki. Pada lomba-lomba “ puisi ” pemenangnya akan dihadiahi seorang perempuan, dianggapnya
perempuan sebagai piala. Perempuan hanya dijadikan komoditi dan pemuas hawa
nafsu belaka. Makanya pada zaman jahiliyah kalau ada orang terhormat kok melahirkan
anak perempuan maka akan merasa malu besar sehingga ia tak segan-segannya
membunuhnya yaitu dengan mengubur hidup-hidup anak perempuannya itu. Perempuan
dengan mudahnya diperjual belikan. Coba bayangkan betapa rendahnya martabat
perempuan itu.
Kemudian setelah Islam datang, dalam waktu yang
relatif singkat harkat dan martabat perempuan diangkat tinggi-tinggi,
kedudukannya dan fungsinya diluruskan
kembali, kekeliruan atau disfungsi gender yang telah menimpa kaum perempuan
dikembalikan kepada tempat yang sangat proporsional. Coba sekali lagi renungkan
dalam-dalam, di Al Qur’anul Karim, yaitu Kalamullah atau Firman Allah Yang
Mulia itu,. disana dicantumkan satu surah khusus memakai nama wanita yaitu “Surat An Nisa”. Nabiyullah Saw. juga
memuliakan wanita yaitu ketika datang seseorang yang bertanya kepada Nabi :”
Wahai Rasulullah, siapa yang berhak saya hormati terlebih dahulu? Jawab
Rasulullah Saw. :” Ibumu”, lalu siapa
lagi ?”, tanya orang itu kembali. “ Ibumu”,
jawab Rasul. “Lalu siapa lagi?”. “Ibumu”
jawab Rasul untuk yang ke tiga kalinya. “Lalu siapa lagi?”, pintanya lagi.
Barulah jawaban yang ke empat kalinya Rasul menjawab :”Bapakmu”. Betapa
mulianya seorang ibu yang telah mengandung anaknya, melahirkannya, menyusuinya,
mengasuhnya dan masih seambreg pekerjaan rumah tangga seorang ibu untuk
mengurusi rumah tangganya yang kesemuanya itu sama sekali tidak meminta imbalan
apa-apa kepada anaknya kelak. Rasulullah Saw. telah bersabda bahwa surga
dibawah telapak kaki “ ibu”, ini
menujukkan bahwa kedudukan gender sangat mulia dalam Islam. Islam tidak
membedakan antara laki-laki dan perempuan, karena di dalam Al Qur’an disebutkan
bahwa: barang siapa beriman dan beramal
shaleh, baik laki-laki maupun perempuan, maka sungguh Allah akan memberi
kehidupan “hayyatan thayibatan”, (kehidupan yang baik), dan Allah akan memberi
balasan pahala (surga), karena amal perbuatan yang telah dikerjakannya.
Jadi tidak ada perbedaan gender dan non gender. Adapun untuk urusan pimpinan
dalam rumah tangga, lebih-lebih dalam shalat jamaah yang di dalam jamaah ada
laki-laki dan perempuannya, maka imam shalatnya ya harus imam laki-laki, kalau
perempuan ngimami shalat kaum laki-laki ya tidak syah shalatnya, kecuali kalau
para jamaah shalatnya semuanya perempuan, maka imamnya ya perempuan. Kalau ada
orang perempuan yang menuntut persamaan hak antara gender dan non gender
disamakan dalam hal imam shalat, ya itu namanya kemajon, keblabasen, keblinger,
gitu lho menurut saya, yang saya yakini kebenarannya dalam agama Islam yang
saya pelajari. Ummulmu’minin, ibunya orang mu’min yaitu ‘Aisyah r.a., beliau
seorang gender juga, beliau memang telah dipersiapkan Allah Swt., yaitu menikah
dengan Rasul ketika masih remaja belia, kenyataannya beliau (‘Aisyiah r.a.)
ditaqdirkan Allah ‘Azza wa Jalla untuk mengikuti kehidupan yang sangat lama
sampai dengan Rasul wafat, ‘Aisyah r.a. masih sangat potensial sebagai
Ummulmu’minin, sehingga bisa mewartakan hadits dari Rasulullah Saw. dan beliau
sendiri (‘Aisyiah r.a.) sangat cerdas, akhlak terpuji dan jujur jadi hadits-hadits
dari Rasul yang beliau riwayatkan sangat banyak, beliau hapal lebih dari 6000 buah
hadits. Banyak hadits-hadits Nabiyullah yang bersumber dari beliau yang
digunakan oleh orang laki-laki maupun perempuan. Beliaupun merupakan tempat
bertanya dari para sahabat tentang agama dan pengamalan Rasulullah Saw. Hadits
yang digunakan rujukan untuk pengamalan agama tidak dibedakan mana yang
dirawikan lewat gender dan mana yang bukan, dupeh hadits perawi dari perempuan
ya tak bisa dipakai hujjah (dalil), ya tidak begitu, meskipun hadits berasal
dari genderpun bisa digunakannya asalkan shahih, Islam tidak picik, tidak
sempit seperti itu. Masalah kodrati, misalnya
laki-laki pada umumnya lebih kuat dari pada perempuan, perempuan yang
mengandung, melahirkan dan menyusui, ya tak usah dipermasalahkan, kita terima
dengan ikhlas fa insya Allah akan
menjadikan pahala bagi kita dan itu sudah qodrat dan iradat Allah ‘Azza wa
Jalla. Allah-lah Yang Maha Mengetahui latar belakang atau hikmah semua
ciptaan-Nya. Makanya tidak usahlah mencari-cari hal-hal yang aeng-aeng atau
aneh-aneh. Sebagai misal, apabila sebuah pabrik sepeda motor atau mobil,
pastilah hasil produksinya diberi buku petunjuk bagaimana cara merawat motor
atau mobil tersebut, agar bisa digunakan lebih awet, tidak cepat rusak. Demikian
juga Allah Swt. Menciptakan manusia agar manusia itu baik dan benar serta lurus
jalannya maka diturunkanlah Al Qur’an sebagai pedomannya, lewat Nabi Muhammad
Saw. sebagai pemberi penjelasannya untuk mengatur ummat manusia agar tahu jalan
yang benar atau lurus untuk diikutinya dan tahu jalan yang salah agar
dihindarinya, sesuai dengan kehendak-Nya.”, kata Mas Fit sambil menghela nafas
panjang karena penjelasannya cukup panjang.
“Bagaimana Mas, agar harkat dan martababat kaum gender
bisa terangkat?”, tanya mBak Susi kepada kakak kandungnya Mas Fit. Jawab Fit :”
Sebetulnya sih, kalau kaum gender sregep ngaji, belajar tentang agama, sangat
pasti dan yakin bahwa disana sudah sangat lengkap petunjuknya. Hanya sering
kita lihat justru kaum hawa sendirilah yang menjatuhkan martabatnya sendiri.
Bagaimana tidak ? Coba kita ambil contoh, sesuatu barang dagangan misalnya
kue/roti kalau dipajang di toko roti, dibungkus plastik dan dikemas yang bagus,
maka harganyapun akan meningkat jadi mahal, selera untuk belipun naik. Akan
tetapi apabila barang dagangan itu tidak dibungkus akan tetapi di taruh diatas
tampah (bakul), dijual di pasar dan banyak lalatnya ikut ngerubung, kan
menjijikkan, banyak penyakitnya dan harganyapun jadi murahan, malahan kadang
tak ada yang mau membelinya bagi orang yang mengerti tentang kesehatan.
Demikian juga Allah memberikan tuntunan kepada ummat manusia tentang menutup
aurat di bagian tubuh yang terlarang dipertontonkannya, tentunya ada hikmah
yang tersembunyi di dalamnya. Konon kabarnya syetan amat gemar menempat pada
aurat perempuan yang seharusnya ditutup tetapi dipertontonkan untuk mengundang
nafsu birahi yang melihatnya. Ini ibarat kue/roti tadi yang dirubung lalat yang
membawa berbagai penyakit. Bagi orang yang berakhlak mulia dengan sendirinya
tak akan mau kepada wanita yang senantiasa memamerkan auratnya di muka umum
atau hidung belang. Menutup aurat bagi wanita itu termasuk perintah Allah
Swt.untuk mengangkat harkat dan martabat wanita itu sendiri, akan tetapi banyak
para wanita yang bangga auratnya dapat dilihat umum, foto-foto setengah bugil
dijual dipasaran bebas, dijadikannya komoditi perdagangan manusia, yang nota
bene memperdagangkan diri sendiri. Yang merusak citra kaum wanita justru oleh
perbuatan mereka sendiri, ia hanya mengejar popularitas dan uang semata.
Kesalahan ini juga kesalahan kita semua, terhadap didikan bagi putra putri kita
yang seharusnya pendidikan tata-krama, berbusana anggun dan sopan semenjak
dini, semenjak balita dan remaja sudah diperkenalkan busana yang baik dan benar
dalam hal menutup aurat, sehingga setelah dewasa ia akan terbiasa
menggunakannya. Di samping juga tayangan layar kaca yang memamerkan “gaya yang seronok “dan merusak
nilai-nilai. Padahal Rasulullah Saw. bersabda bahwa Allah Swt. menjanjikan
surga bagi orang yang bisa mendidik tiga orang anaknya perempuan menjadikan
anak yang shalehah.
Akhirnya marilah kita kita renungkan kembali apakah “hati nurani atau kata hati atau God Spot” yang
kita miliki masih berfungsi apa tidak ? Ada tiga nafsu, yaitu: 1. Nafsu mutmainah, nafsu yang tenang
yang selalu menyuarakan “ hati nurani” yang
jernih, masih setia menyuarakan “kata
hati”nya apa tidak? 2. Nafsu
lawwamah, ialah nafsu yang selalu mengingatkan
kita untuk menjauhi perbuatan maksiat. 3.
Nafsu Amarah bisu’, ialah nafsu jahat yang dipengaruhi nafsu syaithaniyah, ia mengajak kepada perbuatan maksiyat, hati
nurani orang semacam ini sudah tidak berfungsi lagi, hanya kesenangan dunia dan
maksiat yang ia senangi. Na’udzublahi min
dzalik.
Ketiganya berpisah.setelah mengucapkan salam“Wassalamu’alaikum
w.w.”
Obrolan : Fit & Gembus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar