Kamis, 10 Mei 2012

G E N D E R


G E N D E R

                     Pada Hari Minggu pagi di Balai Rt.1/Rw.XX, terlihat ada tiga orang yang sedang berbincang-bincang. Dua orang cowok namanya Mas Fit dan Bung Gembus, sedangkan yang satunya cewek namanya mBak Susi, adiknya Mas Fitrianto. Mbak Susi memulai bicara dulu : ”Gimana tho Mas Fit, kita ini kan sudah masuk jamannya emansipasi wanita yang dipelopori oleh R.A.Kartini, derajat “gender” ya harus diangkat tinggi-tinggi, disamakan dong dengan kaum pria.” Bung Gembus yang seneng “jocker” alias guyon nyelentuk :” Gimana tha mBak Sus ini, iya jelas nggak bisa, masa’ lha wong wedok harus disamakan dengan wong lanang, apa kaum laki-laki juga harus hamil, melahirkan dan harus menyusui ? Kan nggak lucuuu ?” “Yaa nggak gitu tho Bung, maksudku si cuma hak-haknya doang yang disamakan jangan yang krodrati, kan mokal, onmonkeliyk. !”, sahut mBak Susi agak sewot, karuan saja Bung Gembus ketawanya jadi ngakak, sambil nylongob Gembus berucap :” Itu sih anti (engkau) nyari enaknya doang,
yang legi-legi saja yang diminta, di pemerintahan minta sepertiganya diisi gender, di eksekutif, di legislatif, di kantor, di sekretariat, di bank-bank, pokoknya dimana saja asal yang enak minta jatah, coba di bagian yang berat-berat seperti pembuatan tower atawa menara tinggi, tukang gali kuburan, tukang listrik yang panjat-panjat tiang tinggi-tinggi ya nggak minta jatah. Malah konon kabarnya di Negeri Paman Syam di negeri sono, lha wong wedok minta disamakan haknya jadi imam shalat di masjid besar, yang makmum ya campuran laki dan perempuan. Pakai hati nurani dong ! Apa ya “kata hati” mBak Sus juga bilang begitu ?”. Susi memang tidak biasa ngeyel seperti Bung Gembus, hingga Susi hanya terdiam saja sambil berfikir bahwa Bung Gembus ngomongnya pakai silogisme juga..
   “Begini lho Bung Gembus dan Dik Sus “, Mas Fit nyelani kebuntuan pembicaraan, kemudian melanjutkannya :”Kedua-duanya sih baik bermaksud membela golongannya; siapa lagi kalau bukan kelompok perempuan yang membela golongannya sendiri ? Namun perlu diingat bahwa agama kita sebetulnya sudah meluruskan kekeliruan tentang persepsi perempuan. Rasulullah Saw. diperintah Allah Swt. untuk memperbaiki martabat manusia termasuk martabat perempuan. Oya, yaa, saya lupa tentang perbedaan istilah antara perempuan dan wanita. Kalau Wanita dan pria berkonotasi atau titik penekanannya pada sifat-sifatnya. Istilah “wanita” mempunyai sifat yang lemah lembut, feminine, dan istilah “pria” mempunyai pengertian sifat-sifat perkasa atau maskulin. Sedangkan istilah laki-laki dan perempuan penekanannya pada biologisnya, misalkan ia sebagai perempuan bisa hamil, beranak, menyusui dan lain sebagainya. Dahulu pada zaman jahiliyah, jahal artinya bodoh, atau dikatakannya juga zaman kebodohan, kaum perempuan hanya dijadikan pelengkap, “pelengkap penderita” saja, dijadikan permainan oleh kaum laki-laki. Pada lomba-lomba “ puisi ” pemenangnya akan dihadiahi seorang perempuan, dianggapnya perempuan sebagai piala. Perempuan hanya dijadikan komoditi dan pemuas hawa nafsu belaka. Makanya pada zaman jahiliyah kalau ada orang terhormat kok melahirkan anak perempuan maka akan merasa malu besar sehingga ia tak segan-segannya membunuhnya yaitu dengan mengubur hidup-hidup anak perempuannya itu. Perempuan dengan mudahnya diperjual belikan. Coba bayangkan betapa rendahnya martabat perempuan itu.
Kemudian setelah Islam datang, dalam waktu yang relatif singkat harkat dan martabat perempuan diangkat tinggi-tinggi, kedudukannya dan fungsinya  diluruskan kembali, kekeliruan atau disfungsi gender yang telah menimpa kaum perempuan dikembalikan kepada tempat yang sangat proporsional. Coba sekali lagi renungkan dalam-dalam, di Al Qur’anul Karim, yaitu Kalamullah atau Firman Allah Yang Mulia itu,. disana dicantumkan satu surah khusus memakai nama wanita yaitu “Surat An Nisa”. Nabiyullah Saw. juga memuliakan wanita yaitu ketika datang seseorang yang bertanya kepada Nabi :” Wahai Rasulullah, siapa yang berhak saya hormati terlebih dahulu? Jawab Rasulullah Saw. :” Ibumu”, lalu siapa lagi ?”, tanya orang itu kembali. “ Ibumu”, jawab Rasul. “Lalu siapa lagi?”. “Ibumu” jawab Rasul untuk yang ke tiga kalinya. “Lalu siapa lagi?”, pintanya lagi. Barulah jawaban yang ke empat kalinya Rasul menjawab :”Bapakmu”. Betapa mulianya seorang ibu yang telah mengandung anaknya, melahirkannya, menyusuinya, mengasuhnya dan masih seambreg pekerjaan rumah tangga seorang ibu untuk mengurusi rumah tangganya yang kesemuanya itu sama sekali tidak meminta imbalan apa-apa kepada anaknya kelak. Rasulullah Saw. telah bersabda bahwa surga dibawah telapak kaki “ ibu”, ini menujukkan bahwa kedudukan gender sangat mulia dalam Islam. Islam tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan, karena di dalam Al Qur’an disebutkan bahwa: barang siapa beriman dan beramal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan, maka sungguh Allah akan memberi kehidupan “hayyatan thayibatan”, (kehidupan yang baik), dan Allah akan memberi balasan pahala (surga), karena amal perbuatan yang telah dikerjakannya. Jadi tidak ada perbedaan gender dan non gender. Adapun untuk urusan pimpinan dalam rumah tangga, lebih-lebih dalam shalat jamaah yang di dalam jamaah ada laki-laki dan perempuannya, maka imam shalatnya ya harus imam laki-laki, kalau perempuan ngimami shalat kaum laki-laki ya tidak syah shalatnya, kecuali kalau para jamaah shalatnya semuanya perempuan, maka imamnya ya perempuan. Kalau ada orang perempuan yang menuntut persamaan hak antara gender dan non gender disamakan dalam hal imam shalat, ya itu namanya kemajon, keblabasen, keblinger, gitu lho menurut saya, yang saya yakini kebenarannya dalam agama Islam yang saya pelajari. Ummulmu’minin, ibunya orang mu’min yaitu ‘Aisyah r.a., beliau seorang gender juga, beliau memang telah dipersiapkan Allah Swt., yaitu menikah dengan Rasul ketika masih remaja belia, kenyataannya beliau (‘Aisyiah r.a.) ditaqdirkan Allah ‘Azza wa Jalla untuk mengikuti kehidupan yang sangat lama sampai dengan Rasul wafat, ‘Aisyah r.a. masih sangat potensial sebagai Ummulmu’minin, sehingga bisa mewartakan hadits dari Rasulullah Saw. dan beliau sendiri (‘Aisyiah r.a.) sangat cerdas, akhlak terpuji dan jujur jadi hadits-hadits dari Rasul yang beliau riwayatkan sangat banyak, beliau hapal lebih dari 6000 buah hadits. Banyak hadits-hadits Nabiyullah yang bersumber dari beliau yang digunakan oleh orang laki-laki maupun perempuan. Beliaupun merupakan tempat bertanya dari para sahabat tentang agama dan pengamalan Rasulullah Saw. Hadits yang digunakan rujukan untuk pengamalan agama tidak dibedakan mana yang dirawikan lewat gender dan mana yang bukan, dupeh hadits perawi dari perempuan ya tak bisa dipakai hujjah (dalil), ya tidak begitu, meskipun hadits berasal dari genderpun bisa digunakannya asalkan shahih, Islam tidak picik, tidak sempit seperti itu. Masalah kodrati, misalnya  laki-laki pada umumnya lebih kuat dari pada perempuan, perempuan yang mengandung, melahirkan dan menyusui, ya tak usah dipermasalahkan, kita terima dengan ikhlas fa insya Allah akan menjadikan pahala bagi kita dan itu sudah qodrat dan iradat Allah ‘Azza wa Jalla. Allah-lah Yang Maha Mengetahui latar belakang atau hikmah semua ciptaan-Nya. Makanya tidak usahlah mencari-cari hal-hal yang aeng-aeng atau aneh-aneh. Sebagai misal, apabila sebuah pabrik sepeda motor atau mobil, pastilah hasil produksinya diberi buku petunjuk bagaimana cara merawat motor atau mobil tersebut, agar bisa digunakan lebih awet, tidak cepat rusak. Demikian juga Allah Swt. Menciptakan manusia agar manusia itu baik dan benar serta lurus jalannya maka diturunkanlah Al Qur’an sebagai pedomannya, lewat Nabi Muhammad Saw. sebagai pemberi penjelasannya untuk mengatur ummat manusia agar tahu jalan yang benar atau lurus untuk diikutinya dan tahu jalan yang salah agar dihindarinya, sesuai dengan kehendak-Nya.”, kata Mas Fit sambil menghela nafas panjang karena penjelasannya cukup panjang.
“Bagaimana Mas, agar harkat dan martababat kaum gender bisa terangkat?”, tanya mBak Susi kepada kakak kandungnya Mas Fit. Jawab Fit :” Sebetulnya sih, kalau kaum gender sregep ngaji, belajar tentang agama, sangat pasti dan yakin bahwa disana sudah sangat lengkap petunjuknya. Hanya sering kita lihat justru kaum hawa sendirilah yang menjatuhkan martabatnya sendiri. Bagaimana tidak ? Coba kita ambil contoh, sesuatu barang dagangan misalnya kue/roti kalau dipajang di toko roti, dibungkus plastik dan dikemas yang bagus, maka harganyapun akan meningkat jadi mahal, selera untuk belipun naik. Akan tetapi apabila barang dagangan itu tidak dibungkus akan tetapi di taruh diatas tampah (bakul), dijual di pasar dan banyak lalatnya ikut ngerubung, kan menjijikkan, banyak penyakitnya dan harganyapun jadi murahan, malahan kadang tak ada yang mau membelinya bagi orang yang mengerti tentang kesehatan. Demikian juga Allah memberikan tuntunan kepada ummat manusia tentang menutup aurat di bagian tubuh yang terlarang dipertontonkannya, tentunya ada hikmah yang tersembunyi di dalamnya. Konon kabarnya syetan amat gemar menempat pada aurat perempuan yang seharusnya ditutup tetapi dipertontonkan untuk mengundang nafsu birahi yang melihatnya. Ini ibarat kue/roti tadi yang dirubung lalat yang membawa berbagai penyakit. Bagi orang yang berakhlak mulia dengan sendirinya tak akan mau kepada wanita yang senantiasa memamerkan auratnya di muka umum atau hidung belang. Menutup aurat bagi wanita itu termasuk perintah Allah Swt.untuk mengangkat harkat dan martabat wanita itu sendiri, akan tetapi banyak para wanita yang bangga auratnya dapat dilihat umum, foto-foto setengah bugil dijual dipasaran bebas, dijadikannya komoditi perdagangan manusia, yang nota bene memperdagangkan diri sendiri. Yang merusak citra kaum wanita justru oleh perbuatan mereka sendiri, ia hanya mengejar popularitas dan uang semata. Kesalahan ini juga kesalahan kita semua, terhadap didikan bagi putra putri kita yang seharusnya pendidikan tata-krama, berbusana anggun dan sopan semenjak dini, semenjak balita dan remaja sudah diperkenalkan busana yang baik dan benar dalam hal menutup aurat, sehingga setelah dewasa ia akan terbiasa menggunakannya. Di samping juga tayangan layar kaca yang memamerkan “gaya yang seronok “dan merusak nilai-nilai. Padahal Rasulullah Saw. bersabda bahwa Allah Swt. menjanjikan surga bagi orang yang bisa mendidik tiga orang anaknya perempuan menjadikan anak yang shalehah.
Akhirnya marilah kita kita renungkan kembali apakah “hati nurani atau kata hati atau God Spot” yang kita miliki masih berfungsi apa tidak ? Ada tiga nafsu, yaitu: 1. Nafsu mutmainah, nafsu yang tenang yang selalu menyuarakan “ hati nurani” yang jernih, masih setia menyuarakan “kata hati”nya apa tidak? 2. Nafsu lawwamah, ialah nafsu yang selalu mengingatkan kita untuk menjauhi perbuatan maksiat. 3. Nafsu Amarah bisu’, ialah nafsu jahat yang dipengaruhi nafsu syaithaniyah, ia mengajak kepada perbuatan maksiyat, hati nurani orang semacam ini sudah tidak berfungsi lagi, hanya kesenangan dunia dan maksiat yang ia senangi. Na’udzublahi min dzalik.
Ketiganya berpisah.setelah mengucapkan salam“Wassalamu’alaikum w.w.”
Obrolan : Fit & Gembus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar